Sira Gajah, Danau yang Lupa Tersenyum
Dulu, Sira Gajah adalah cermin langit,
tempat burung singgah mengikat nyanyian pagi.
Airnya jernih, seperti mimpi yang belum dikotori janji.
Anak-anak berlari, menertawakan basah,
sementara pohon-pohon di tepi danau
tersenyum pada angin yang berbisik pelan.
Kini, Sira Gajah adalah cermin retak,
yang memantulkan wajah manusia serakah.
Airnya keruh, penuh sampah plastik dan janji palsu,
seperti kaset lama yang diputar ulang terus-menerus.
Pengembang properti datang dengan dasi gemerlap,
menjanjikan surga beton di atas lahan basah.
"Cluster asri, akses strategis!"
katanya, sambil menyodorkan katalog penuh kebohongan.
Mereka lupa menyebutkan
bahwa surga itu dibangun di atas kuburan mimpi ikan-ikan.
Sira Gajah tak lagi jadi tempat burung singgah,
kecuali burung gagak yang suka mengawasi tubuh manusia
terapung di permukaan,
seperti pesan sunyi yang tak sampai pada siapa pun.
Ya, danau ini sekarang populer,
tapi bukan untuk berkemah,
melainkan untuk meninggalkan mayat,
karena air keruh lebih pandai menyimpan rahasia.
Manusia, oh manusia,
kalian mencuri senyum danau ini,
mengganti nyanyi burung dengan deru mesin.
Kini, Sira Gajah adalah saksi bisu
tentang bagaimana kalian mencintai uang,
lebih dari apa pun yang pernah kalian sebut rumah.
