10 September 2025

Cara Mengetahui Pencairan Bantuan PIP Kemendikbud via Ponsel |  TINTAHIJAU.com


PIP adalah cerita yang selalu berulang tiap tahun ajaran baru. Sebuah program yang lahir dari niat baik, tetapi sering berjalan dengan langkah pincang. Anak-anak di kelas bertanya lirih kepada gurunya, “Bu, saya dapat tidak?” Pertanyaan sederhana, tetapi di belakangnya ada wajah orang tua yang sudah resah menghitung biaya ongkos harian, buku tulis, dan seragam baru yang tak kunjung terbeli.

Di papan pengumuman sekolah, nama-nama penerima tercetak rapi. Beberapa siswa bersorak kecil, sisanya hanya menelan ludah. Di ruang Tata Usaha, fotokopi kartu keluarga, KIP, dan buku tabungan menumpuk seperti bukti kemiskinan yang harus diulang-ulang agar dipercaya. Seakan-akan miskin masih harus dipamerkan di atas kertas agar layak dianggap miskin.

Lalu tibalah hari pencairan. Bank penuh sesak dengan antrean. Ada tawa lega dari yang berhasil mencairkan, ada wajah hampa dari yang namanya tidak pernah muncul. Di tengah keramaian itu, terselip kenyataan pahit: PIP tidak selalu hadir untuk yang paling membutuhkan, tetapi lebih sering menjadi semacam undian ada yang beruntung, ada yang menunggu, ada yang terus kecewa.

PIP memang menolong, tetapi juga menorehkan getir. Ia menjanjikan agar tidak ada anak yang putus sekolah, tetapi ongkos angkot tidak bisa dibayar dengan janji, dan harga beras tidak turun hanya karena nama tercantum di daftar penerima.

Meski begitu, orang tua tetap menunggu. Guru tetap mendata. Anak-anak tetap berharap. Dalam hidup yang serba pas-pasan, bahkan secuil bantuan pun menjadi alasan untuk terus bertahan.

Begitulah PIP: sebuah cerita getir yang terus diulang, setiap tahun, di setiap sekolah, di setiap keluarga yang berjuang di tengah kekurangan.

PIP bukan sekadar angka dalam rekening, melainkan sebuah simbol: bahwa negara, setidaknya, mencoba hadir di antara deru langkah kecil anak-anak menuju masa depan.

G.A
Tendik Dibatas Api