11 September 2024



Dalam masyarakat yang didominasi oleh patriarki, frasa “Protect your daughter, educate your son” adalah sebuah refleksi dari ketidakadilan sistemik yang berakar pada ketimpangan relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan. Kekerasan seksual, dalam pandangan sosiologis kritis, bukanlah sekadar masalah moral individu, tetapi merupakan produk dari struktur sosial yang membentuk perilaku dominasi laki-laki atas perempuan. Patriarki, sebagai ideologi hegemonik, menciptakan budaya di mana laki-laki merasa berhak atas kontrol atas tubuh perempuan, menginternalisasi peran sebagai penguasa mutlak dalam setiap dimensi kehidupan sosial.

Kekerasan seksual, dengan demikian, bukan insiden yang terpisah dari norma-norma sosial yang lebih luas, tetapi merupakan ekspresi paling brutal dari kekuasaan patriarkal yang diinstitusionalisasi. Dalam budaya patriarkal, tubuh perempuan dipandang sebagai objek yang harus diawasi, dilindungi, dan dikendalikan, sementara tubuh laki-laki diasosiasikan dengan kebebasan, kontrol, dan kuasa. Melalui norma-norma yang terselubung ini, patriarki menempatkan tanggung jawab atas kekerasan seksual pada korban, yakni perempuan, alih-alih pada pelaku yang sebagian besar laki-laki.

Kritik feminis terhadap patriarki melihat hal ini sebagai salah satu bentuk kontrol sosial yang dirancang untuk menjaga hegemoni laki-laki. Perempuan sering kali diajarkan untuk merasa takut dan bertanggung jawab atas keselamatan mereka sendiri, sementara anak laki-laki dibiarkan tidak mendapatkan pendidikan yang cukup tentang penghormatan terhadap tubuh dan batas-batas personal orang lain. Konsep “mendidik anak laki-laki” dalam konteks ini menjadi panggilan untuk mendekonstruksi gagasan tentang hak istimewa yang diberikan kepada laki-laki hanya karena gender mereka. 

Sistem patriarki secara efektif melanggengkan kekerasan seksual dengan mengagungkan maskulinitas yang berlandaskan kekerasan dan dominasi. Dalam konstruksi patriarki, menjadi laki-laki sering diidentifikasi dengan kuasa atas yang lain, khususnya perempuan. Anak laki-laki, sejak dini, diajarkan untuk mengadopsi nilai-nilai yang berbahaya ini melalui pola pengasuhan, media, dan lembaga sosial lainnya yang mengukuhkan norma-norma gender yang hierarkis. Dengan tidak mendidik anak laki-laki untuk memahami pentingnya konsensus, otonomi tubuh, dan kesetaraan gender, masyarakat turut berkontribusi pada siklus kekerasan yang tak berkesudahan.

Pertanyaan kritis yang harus diajukan adalah: Mengapa tanggung jawab untuk mencegah kekerasan seksual selalu dibebankan kepada perempuan? Mengapa perempuan harus diajarkan untuk melindungi diri mereka sendiri, sementara laki-laki dibiarkan bebas dari tanggung jawab sosial untuk tidak menjadi pelaku kekerasan? Dalam paradigma patriarki, perempuan dianggap sebagai entitas yang harus dijaga karena mereka dipandang lemah dan rentan, sebuah pandangan yang tidak hanya merendahkan perempuan tetapi juga mengabaikan agen aktif mereka dalam menentukan nasib sendiri. Ini adalah strategi patriarki untuk menormalisasi pengawasan terhadap perempuan, sambil mempertahankan hak istimewa laki-laki untuk bebas dari kontrol yang sama.

Untuk benar-benar mengakhiri kekerasan seksual, dibutuhkan perubahan struktural yang mendalam. Mendidik anak laki-laki harus melampaui retorika permukaan tentang kesopanan atau aturan dasar dalam pergaulan sosial. Pendidikan tersebut harus berfokus pada pembongkaran struktur kuasa yang menempatkan laki-laki di puncak hierarki sosial, serta menantang asumsi-asumsi yang sudah mendarah daging tentang apa artinya menjadi laki-laki. Anak laki-laki harus dididik untuk memahami bahwa kekuasaan atas perempuan adalah produk dari sistem yang korup dan bahwa maskulinitas sejati bukanlah tentang dominasi, tetapi tentang rasa hormat, kesetaraan, dan kemanusiaan.

Kritik feminis terhadap patriarki juga menegaskan bahwa laki-laki memiliki tanggung jawab untuk terlibat aktif dalam penghancuran sistem yang menindas ini. Ini bukan sekadar tentang perempuan yang melindungi diri mereka sendiri, tetapi tentang laki-laki yang belajar untuk tidak menjadi agen kekerasan. Dalam konteks ini, mendidik anak laki-laki adalah tindakan radikal untuk menghancurkan fondasi patriarki itu sendiri. Hanya dengan menantang kuasa mutlak laki-laki dan mengubah cara kita mendidik generasi berikutnya, kita dapat mulai membangun masyarakat yang benar-benar setara dan bebas dari kekerasan seksual.

Pada akhirnya, frasa “educate your son” bukan hanya sebuah seruan moral, tetapi juga strategi politik untuk menantang hegemoni patriarki yang telah mengakar. Ini adalah panggilan untuk revolusi dalam cara kita memandang gender, kekuasaan, dan kekerasan. Mendidik anak laki-laki untuk menghormati tubuh dan kebebasan orang lain adalah langkah pertama menuju penghancuran sistemik patriarki, dan dengan demikian, langkah krusial dalam mencegah kekerasan seksual di masa depan.