Maung Kampus
Di kampus UIN Bandung, setiap sudut memiliki cerita. Bukan hanya sekadar tempat, tetapi ruang-ruang yang menjadi saksi perjalanan dan pencarian jati diri. Di bawah pohon rindang beringin, kami duduk mengelilingi meja seadanya, membuka buku, dan berbincang panjang lebar. Beringin itu seperti pelindung, dengan daun-daunnya yang menjuntai teduh, membawa kesejukan di sela obrolan panjang tentang teori-teori yang sering terasa jauh dari realitas. Namun, di bawah beringin, teori-teori itu hidup, mengalir dalam perbincangan, dan menjadi panduan untuk memahami kehidupan yang lebih luas.
Malam hari, suasana berubah saat kami berkumpul di teras Fakultas Dakwah. Di sana, angin malam yang dingin sering membawa kami ke diskusi yang lebih dalam, tentang agama, moralitas, dan kehidupan. Teras itu bukan hanya tempat singgah, tetapi ruang di mana kami saling menantang pemikiran, mencoba memahami konsep dengan lebih mendalam. Di sana, batas antara mahasiswa dan sahabat seakan hilang; kami adalah sekumpulan pemikir muda yang bebas menyampaikan pendapat, mencari kebenaran dalam gelap malam yang ditemani bintang-bintang di atas langit Bandung.
Menjelang pagi, suasana beralih ke depan gedung Ushuluddin. Di sinilah kami yang masih tersisa dari begadang malam, menanti matahari terbit dengan secangkir kopi panas di tangan. Pagi di depan Ushuluddin memberikan nuansa yang berbeda—tenang, sunyi, tetapi penuh harapan. Kami duduk di bangku, bercanda, dan berbagi harapan akan apa yang akan terjadi hari ini. Matahari yang muncul perlahan terasa seperti dorongan bagi kami untuk memulai hari dengan penuh semangat.
Dan di malam-malam tertentu, di depan Rektorat, kami kembali berkumpul. Rektorat menjadi saksi diam dari diskusi panjang kami yang kadang berakhir dalam kesunyian. Suasana depan Rektorat pada malam hari terasa magis, hampir seperti pengingat bahwa kami adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar, bahwa kami bukan hanya mahasiswa, tetapi bagian dari perjalanan sejarah. Di sana, di bawah lampu yang temaram, kami merasakan kebersamaan yang mendalam, menikmati momen diam yang lebih dari sekadar hening, tetapi simbol kedewasaan.
Sosiologi Piraha di UIN Bandung adalah tentang kebebasan di bawah beringin, pencarian makna di teras Fakultas Dakwah, ketenangan pagi di depan Ushuluddin, dan kesunyian malam di depan Rektorat. Setiap ruang, setiap momen, adalah bagian dari perjalanan kami menjadi individu yang lebih merdeka, kritis, dan penuh rasa saling menghargai.