Resensi Novel Detail Kecil oleh Adania Shibli dalam Perspektif Sosiologis Albert Camus
Novel Detail Kecil karya Adania Shibli dapat dianalisis melalui kacamata pemikiran sosiologis dan filosofis Albert Camus, terutama dalam konsep absurditas, keterasingan, dan pemberontakan terhadap ketidakadilan. Shibli menyajikan cerita yang bersifat metaforis sekaligus realistis, menggambarkan bagaimana individu terjebak dalam absurditas kehidupan yang diciptakan oleh kekerasan kolonial dan sistem sosial yang represif.
Camus berpendapat bahwa absurditas lahir dari konflik antara keinginan manusia untuk menemukan makna dan realitas dunia yang tampak acuh tak acuh, tidak memberikan jawaban yang memuaskan. Dalam Detail Kecil, absurditas ini terasa dalam dua lapisan waktu yang dihadirkan. Pada bagian pertama, yang berlatar tahun 1949, kekerasan terhadap gadis Badui terjadi dengan dingin dan tanpa alasan yang dapat dibenarkan secara moral. Tindakan brutal ini mencerminkan absurditas dari sistem kolonial yang mendominasi dan meminggirkan manusia hingga mereka kehilangan makna eksistensial.
Pada bagian kedua, di masa kini, protagonis perempuan yang terobsesi dengan insiden tersebut berusaha mencari makna dari sejarah yang terlupakan. Dalam pandangan Camus, usaha ini adalah bentuk pemberontakan terhadap absurditas—upaya untuk melawan ketidakpedulian dan kekerasan sistemik meskipun hasilnya mungkin tidak mengubah keadaan. Bagi Camus, pemberontakan adalah cara manusia memberikan nilai pada kehidupannya meskipun dunia tetap tidak memberikan jawaban yang pasti. Perempuan Palestina dalam novel ini tidak menyerah pada keputusasaan; ia memilih untuk menghadapi risiko demi merajut kembali ingatan yang hilang.
Selain itu, keterasingan, yang merupakan salah satu tema inti dalam pemikiran Camus, juga menjadi elemen utama dalam Detail Kecil. Gadis Badui di bagian pertama mengalami keterasingan total—bukan hanya dari masyarakat kolonial yang memandangnya sebagai "yang lain," tetapi juga dari hak dasarnya sebagai manusia. Tubuhnya menjadi simbol keterasingan perempuan dalam masyarakat yang didominasi kekuasaan patriarkal dan kolonialisme. Dalam bagian kedua, protagonis perempuan modern juga mengalami keterasingan—baik secara fisik, sebagai warga Palestina yang terputus dari tanahnya, maupun secara eksistensial, sebagai individu yang berhadapan dengan kekerasan sistemik yang begitu besar hingga tampak tidak mungkin dilawan.
Melalui perspektif Camus, novel ini juga dapat dilihat sebagai sebuah narasi tentang absurditas sejarah. Kekerasan yang terjadi pada tahun 1949 adalah peristiwa yang nyaris dihapus dari ingatan kolektif, sebuah "detail kecil" dalam sejarah besar kolonialisme Israel. Namun, Shibli menegaskan bahwa justru dalam detail kecil seperti itulah letak kebenaran dan keadilan dapat ditemukan. Ini sejalan dengan gagasan Camus tentang pencarian makna dalam hal-hal yang tampak kecil, bahkan ketika pencarian itu tidak menjamin keberhasilan.
Pada akhirnya, Detail Kecil adalah sebuah refleksi mendalam tentang absurditas, ketidakadilan, dan kebutuhan akan pemberontakan moral. Dalam dunia yang penuh kekerasan dan penghapusan ingatan, karya ini menyerukan perlunya melawan ketidakpedulian, meskipun hasilnya tidak pernah pasti. Dalam kerangka sosiologi Albert Camus, novel ini adalah potret manusia yang berusaha menemukan makna dan martabat di tengah dunia yang penuh absurditas dan kekejaman struktural.