31 Oktober 2024



Isu kekerasan dan perundungan di sekolah menjadi perhatian besar, terutama karena dampaknya yang signifikan terhadap kesejahteraan dan perkembangan siswa. Tim Penanganan Perundungan dan Kekerasan (TPPK) di sekolah, yang dibentuk oleh Kementerian Pendidikan, bertujuan untuk menciptakan lingkungan aman bagi siswa. Namun, dalam pelaksanaannya, peran tenaga kependidikan (tendik) sering kali kurang optimal karena kurangnya ruang bagi mereka untuk terlibat aktif dalam tim ini. Banyak sekolah menganggap bahwa tugas penanganan kekerasan adalah tanggung jawab utama guru atau kepala sekolah, sementara tendik hanya ditempatkan sebagai tenaga administratif.

Padahal, menurut perspektif fungsionalisme struktural Emile Durkheim, setiap komponen dalam masyarakat, termasuk sekolah, memiliki fungsi khusus yang saling mendukung dalam menjaga keteraturan sosial. Tendik dalam konteks ini memiliki posisi penting dalam membangun lingkungan sekolah yang harmonis. Mereka sering kali memiliki akses langsung kepada siswa dalam aktivitas sehari-hari yang tidak selalu terpantau oleh guru. Dengan keterlibatan mereka, pengawasan perilaku siswa dapat dilakukan dengan lebih efektif, khususnya di area seperti kantin, koridor, atau perpustakaan, yang merupakan tempat interaksi sosial penting.

Selain itu, Max Weber menjelaskan pentingnya birokrasi yang efisien dalam struktur organisasi, termasuk pendidikan. Dengan tidak melibatkan tendik dalam TPPK, sekolah justru mempersempit peluang efektivitas tim tersebut dalam menangani kekerasan. Proses birokrasi yang terbatas pada peran guru dan kepala sekolah menciptakan ketimpangan yang sebenarnya dapat dihindari dengan membuka ruang lebih besar bagi peran tendik. Dengan keterlibatan tendik yang lebih aktif, penanganan kasus kekerasan bisa lebih transparan dan inklusif, sesuai dengan prinsip-prinsip organisasi yang sehat dan efisien.

Pierre Bourdieu menambahkan bahwa institusi pendidikan sering kali mencerminkan hierarki sosial yang memengaruhi modal sosial dan modal budaya para aktornya. Dengan membatasi peran tendik dalam TPPK, sekolah secara tidak langsung memperkuat hierarki yang mengutamakan guru atau kepala sekolah, sehingga peran tendik yang dapat menciptakan “modal sosial” positif bagi siswa tidak diberdayakan. Padahal, keberadaan mereka sebagai pihak yang lebih dekat dengan siswa dapat membantu menciptakan ruang aman di mana siswa merasa lebih nyaman dan terlindungi. Bourdieu menekankan bahwa setiap individu dalam struktur sosial pendidikan harus memiliki akses yang setara terhadap posisi strategis, dan tendik merupakan bagian dari modal sosial yang memperkaya jaringan dukungan di sekolah.

Tantangan lainnya adalah masih minimnya pelatihan khusus bagi tendik dalam menangani kasus kekerasan dan perundungan. Sekolah harus menyediakan kesempatan bagi tendik untuk mengikuti pelatihan, baik dalam aspek psikologis maupun teknis, sehingga mereka memiliki keterampilan dalam menangani masalah ini. Dengan demikian, tendik tidak hanya terlibat secara administratif, tetapi juga memiliki pemahaman mendalam yang memungkinkan mereka menjalankan peran ini dengan baik. 


Pentingnya keterlibatan tendik dalam TPPK juga terkait dengan peningkatan kepercayaan siswa terhadap sekolah sebagai tempat yang aman dan mendukung. Dengan melibatkan tendik, sekolah dapat menunjukkan bahwa penanganan kekerasan bukanlah tanggung jawab satu atau dua pihak saja, melainkan hasil dari upaya bersama seluruh komunitas pendidikan. Siswa yang merasa didukung dan dilindungi lebih cenderung berkembang dengan baik, baik secara akademis maupun sosial.

Di masa depan, sekolah harus membangun kebijakan yang lebih inklusif dan memperluas peran tendik dalam TPPK. Dengan demikian, setiap elemen di sekolah dapat bekerja sama dalam upaya menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan mendukung untuk siswa. Keterlibatan tendik yang lebih signifikan diharapkan dapat mendorong efektivitas TPPK serta memperkuat komitmen sekolah dalam menanggapi masalah sosial seperti perundungan dan kekerasan. Hanya dengan pendekatan yang kolaboratif dan inklusif, visi pendidikan yang menciptakan generasi muda yang berkarakter, kuat, dan aman dapat tercapai secara maksimal.