27 Desember 2011


Aku tidak tau sudah berapa lama berdiam disini, didepan pusara meniti angina penghantar aroma kaboja dengan seruak lupa, perlahan menghembus pada indra pada rasa yang tak lagi peka,
Saat kuamati kau yang tertidur selelap gelap diujung batang pohon tua itu, aku ingin sekali memeluk kau yang bersandar pada pohon bersemak belukar, inginnnya aku menciumi keningmu seperti dulu, seperti saat nafas memburu kita bersatu, saling mencinta dalam semu. Lekuk tubuh gontai kita yang terbaca kata dan hanya saling mendalam makna sebuah cinta.

Sampai pada deti ini pun kau masih bersandar disudut itu disudut pohon belukar, menunggui aku yang kadang lupa pulang, , menjengukmu yang kian meradang. Aroma kamboja menghantui rasa, ketika padamu aku meraba, mencari cerah yang terlelah. Padamu kusandingkan cinta, meski kau bersandar tanpa suara.

Lamat-lamat, ku dekati kau yang bersandar pada belukar. PadaNya terhimpun semerbak aroma kamboja, atas dasar cinta dua manusia, tersungkur aku merajut doa. 

"Maafkan aku, Sayang. Maafkan karena terlambat pulang," lirihku pada sandaranmu. Dan untuk terakhir kalinya, aku mengecup keningmu. Keningmu yang tertahan, pada barisan nisan. Keningmu yang telah bersandar, tergerus belukar.

Dan kini, tak mungkin kita membahasakan cinta, pada sebuah pusara...