5.00 AM
sebuah metafora di tengah selembar essay,
sehisap garam merah di pekat asap,
sebersit hangat di pahit kopi hitam
sekilas jingga di violet jam lima pagi,
dan tanpa sadar...
kamu menjadi pujangga di dalam trance
membuat puisi tanpa berpretensi
melantun diksi yang beriluminasi
di setiap paragraf ceritamu,
di setiap ujung naskah harimu,
setiap detik
lupakan rindumu,
bencimu,
marahmu,
yang ada hanya rasa syukur,
untuk 86400 detik yang kamu lewati,
untuk setiap lembar essaymu,
untuk setiap pekat rokokmu,
untuk setiap pahit kopi hitammu,
untuk setiap violet jam 5 pagimu,
dan yang tersisa di ambang lelapmu hanyalah...
terimakasih dan ampuni aku, Tuhan
(kali ini tanpa paksaan tanpa embel-embel apapun, murni karena keinginan sendiri, saya shalat lagi ^_^)
sehisap garam merah di pekat asap,
sebersit hangat di pahit kopi hitam
sekilas jingga di violet jam lima pagi,
dalam satu detik saat buka mata,
apa masih ada emosimu?
marah itu, benci itu, rindu itu?
atau semua lebur,
menjadi satu gumpalan bioplasmik
yang menyerap semua elektron sekitarmu
DUARRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
dan terjadi ledakan bisu di cerebellum mu
apa masih ada emosimu?
marah itu, benci itu, rindu itu?
atau semua lebur,
menjadi satu gumpalan bioplasmik
yang menyerap semua elektron sekitarmu
DUARRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR
dan terjadi ledakan bisu di cerebellum mu
dan tanpa sadar...
kamu menjadi pujangga di dalam trance
membuat puisi tanpa berpretensi
melantun diksi yang beriluminasi
di setiap paragraf ceritamu,
di setiap ujung naskah harimu,
setiap detik
lupakan rindumu,
bencimu,
marahmu,
yang ada hanya rasa syukur,
untuk 86400 detik yang kamu lewati,
untuk setiap lembar essaymu,
untuk setiap pekat rokokmu,
untuk setiap pahit kopi hitammu,
untuk setiap violet jam 5 pagimu,
dan yang tersisa di ambang lelapmu hanyalah...
terimakasih dan ampuni aku, Tuhan
kamar kucel 14 Januari 2012
