Sabtu

Analisis Kritis atas 'Hari Perempuan': Sebuah Tinjauan Eksistensialis tentang Ketidaksetaraan Gender yang Tersamar dalam Perayaan Masyarakat Modern"

Dalam terangnya cahaya sorotan sosial yang diberikan kepada "Hari Perempuan," kita tidak hanya menyaksikan momen perayaan, tetapi juga sebuah panggung bagi refleksi mendalam tentang ketidaksetaraan gender yang masih merajalela di dalam masyarakat kita. Namun, ketika kita menghadapinya melalui lensa eksistensialisme, kita dihadapkan pada sebuah pertanyaan esensial: apakah perayaan semacam ini hanya merupakan upaya kosmetik untuk menutupi ketidaksetaraan yang masih ada, ataukah benar-benar mendorong perubahan yang substansial dalam kesetaraan gender?


Dalam pandangan Jean-Paul Sartre, konsepsi "Hari Perempuan" mungkin dianggap sebagai ironi paradoks, di mana pada satu sisi kita merayakan kebebasan perempuan, sementara pada sisi lain, realitas kehidupan sehari-hari terus menunjukkan keterbatasan dan pembatasan yang masih ada dalam kehidupan perempuan. Apakah perayaan semacam ini hanyalah usaha untuk mengalihkan perhatian dari ketidaksetaraan yang berkelanjutan, ataukah benar-benar merupakan upaya yang efektif dalam membangun kesadaran kolektif akan masalah gender?


Simone de Beauvoir, dengan pandangannya yang tajam tentang kondisi perempuan, mungkin akan menegaskan bahwa perjuangan perempuan untuk kesetaraan tidak bisa diringkas dalam satu hari perayaan. Alih-alih, perempuan harus terus berjuang setiap hari untuk mengatasi stereotip dan pembatasan yang ada dalam masyarakat. Dalam pandangan Beauvoir, apakah "Hari Perempuan" hanyalah upaya untuk menyamaratakan kompleksitas perjuangan perempuan menjadi satu momen klise, ataukah itu benar-benar memicu refleksi yang dalam tentang ketidaksetaraan gender dan perlunya tindakan yang berkelanjutan?


Namun, tidak dapat dihindari bahwa perayaan semacam ini seringkali dimanfaatkan oleh industri komersial untuk memasarkan produk-produk yang berhubungan dengan stereotip gender, menjadikan "Hari Perempuan" sebagai momen konsumsi massal daripada sebuah perayaan yang bermakna. Pertanyaan mendasar yang diajukan adalah apakah perayaan semacam ini benar-benar membawa perubahan sosial yang substansial, ataukah hanya menjadi alat untuk memperkuat norma-norma yang sudah ada?

Dengan demikian, analisis eksistensialis ini menyoroti kompleksitas dan ironi di balik "Hari Perempuan," mengajukan pertanyaan tentang makna sebenarnya dari perayaan semacam itu dalam perjuangan menuju kesetaraan gender yang sejati. Dalam kritik yang mendalam ini, kita dihadapkan pada tantangan untuk tidak hanya merayakan kemajuan yang telah dicapai, tetapi juga untuk tetap mempertanyakan dan menantang norma-norma yang membatasi kemanusiaan kita bersama. Oleh karena itu, daripada menyederhanakan perjuangan perempuan menjadi satu hari perayaan, mari kita terus membangun kesadaran dan tindakan kolektif untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara bagi semua individu, tanpa memandang gender.


GELAR AULIA  S.Sos

Prodem 08



Share: