Senin

Post-Truth dalam Pemilu di Rancaekek: Definisi, Implikasi, dan Solusi Bersama

 

Post-truth, fenomena yang semakin meresap dalam ranah politik, menandai era di mana fakta-fakta objektif cenderung terpinggirkan oleh narasi subjektif dan opini yang tidak selalu didasari oleh kebenaran yang mutlak. Dalam konteks pemilihan umum (Pemilu), narasi post-truth seringkali menjadi senjata utama dalam pertarungan politik, mengubah dinamika kampanye dan memengaruhi cara masyarakat merespons informasi politik.

Di Rancaekek, sebuah kota yang tak lepas dari gejolak politik seperti halnya kota-kota lainnya, narasi post-truth dalam Pemilu memiliki implikasi yang signifikan dan berdampak luas. Implikasi tersebut terutama terasa dalam pergeseran fokus dari fakta sosial yang krusial menjadi narasi politik yang lebih memikat secara emosional atau ideologis. Misalnya, isu-isu ekonomi yang sebenarnya krusial bagi kehidupan sehari-hari masyarakat, bisa saja terabaikan dalam sorotan politik yang lebih memusatkan perhatian pada isu-isu identitas atau sentimen emosional.

Dampak dari narasi post-truth yang merajalela ini menciptakan distorsi dalam persepsi masyarakat terhadap realitas sosial dan politik di Rancaekek. Masyarakat dapat terpedaya oleh narasi yang dibangun atas dasar emosi atau opini, mengabaikan fakta-fakta yang sebenarnya kritis untuk dihadapi. Akibatnya, keputusan politik yang diambil oleh masyarakat menjadi kurang rasional dan mungkin tidak selalu sesuai dengan kepentingan mereka sendiri.

Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan langkah-langkah konkret dan kolaboratif dari berbagai pihak. Pertama-tama, pendidikan dan peningkatan literasi informasi di masyarakat sangat penting. Masyarakat perlu dilengkapi dengan keterampilan kritis yang memungkinkan mereka untuk memilah-milah informasi, mengevaluasi kebenaran dari berbagai narasi politik, dan membuat keputusan yang lebih terinformasi secara rasional.

Selain itu, peran media massa dan platform digital juga krusial. Media memiliki tanggung jawab moral dan etis untuk menyajikan informasi yang akurat, seimbang, dan independen. Di samping itu, diperlukan peran aktif dari pemerintah dan lembaga pengatur untuk mengawasi penyebaran informasi yang salah atau menyesatkan, serta memberlakukan sanksi bagi pelanggar.




Tidak kalah pentingnya adalah peran politisi dan kandidat dalam membangun komunikasi yang jujur dan transparan dengan masyarakat. Mereka harus berkomitmen untuk membangun narasi politik yang didasarkan pada fakta-fakta yang terverifikasi, bukan sekadar opini atau narasi yang menarik secara emosional.

Dengan demikian, melalui upaya bersama antara pemerintah, masyarakat, media, dan politisi, diharapkan Rancaekek dapat mengatasi dampak negatif dari narasi post-truth dalam Pemilu, serta memperkuat proses demokrasi untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan.

Gelar Aulia

Alumni Pro Demokrasi UIN Bandung

Share: