Selasa

Merokok Itu Pilihan Hidup

Adalah sebuah lelucon satir dari mulut hampir semua pecandu lintingan tembakau bila kamu mendengar ”Merokok itu sehat, perokok gak pernah mati karena kolesterol, darah tinggi, kanker atau pun stroke. Karena kita mati muda.”
Dan adalah cita-cita kita semua untuk menjadi uzur dengan lintingan tembakau tetap terselip diantara jari-jari keriput. Impian dan cita-cita semua pecandu! Mati uzur termakan perlahan oleh racun, menyerap, mengalir perlahan dari pori-pori dan menggerogoti setiap organ vital sehat.

Selang hampir 6 tahun yang lalu pertama kali aku berkenalan dengannya. Masih jelas teringat kresek bunyi plastik bungkus pertama rokok dengan brand impor yang sudah jadi buatan lokal kusobek. Masih ingat juga saat itu masih korek kompor dengan bau belerang yang aku gesek untuk menyalakannya. Konon katanya menyalakan rokok pertama kali itu cukup susah, kamu harus menghirupnya dengan kuat. Rokok memang menyala tapi banyak asap juga yang tertelan, membuat badan terhuyung kedepan dan belakang dan mata berkaca menahan batuk memalukan pertanda perokok amatiran.

Ingat juga betapa herannya aku, bagaimana rasa segetir dan seaneh ini digemari oleh sebagian besar manusia? Apalagi saat bicara bau menusuk yang tidak mau hilang dari jari-jari walau sudah dicuci berulang kali. Dan aroma itu pun tertinggal dibadan, rambut dan baju dan tidak mau hilang sampai tersiram air dan sabun saat mandi. Namun tak dapat dipungkiri ada satu rasa puas memenuhi ruang kosong yang tak jelas ada disebelah mana tubuhku setiap kali aku berhasil menyalakan sebatang. Suara pemantik api, sengatan pendek panas dari api pemantik yg berada cuma beberapa mili dari jempol saat membakar nyala sebatang rokok. Ditambah lagi suara dan sensasi meletik tembakau terbakar. Ah.. itulah alasan mengapa aku tidak setia dengan brand rokok pertama yang aku kenal. Begitu mengenal sensasi tembakau aku pun dengan cepat berpaling dan mencampakan yang lama.

Bagaimana tidak? Selain peletik yang mengiringi setiap hisapan rokok yang semakin meriah bila aku menghisapnya bagai menarik nafas panjang. Dan aromanya yang wangi, after taste manisnya di bibir yang masih bisa dijilati lama setelah batangan rokok itu berubah menjadi puntung di asbak. Tak ragu brand itu pun kunobatkan sebagai pilihan utama.

Memang harus kuakui aku sering tergoda untuk mencoba brand-brand lain, impor atau lokal, putih atau tembakau. Dan kadang dengan anehnya aku bertahan cukup lama dengan 1 brand lain hanya karena grafis dan ilustrasi di kotak itu menarik hati. Walaupun tanpa rasa dan sensasi yang membuat aku mengakui bahwa aku memang perokok. Seorang perokok yang tetap dengan keras kepala menyatakan bahwa hanya sensasi dan after tastenya lah yang aku kejar.

Entah telah berapa banyak batang rokok aku ubah menjadi puntung, yang biasanya aku susun rapi di asbak sesuai dengan time line mereka menjadi puntung. Yang toh pada akhirnya bertumpang tindih di dalam plastik sampah. Yang tersisa hanya pengakuan bahwa aku adalah perokok. Dan sekali perokok akan terus menjadi perokok. Seorang perokok yang akan terus membakar batang demi batang rokok sampai mimpinya untuk meracuni tubuh secara perlahan dan pasti lalu mati uzur dengan lintingan tembakau diselipan jari keriput terpenuhi.
Share: